Dalam Kitab Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon, abad ke-17, disebutkan bahwa kata “Cirebon” berasal dari kata “Sarumban” yang kemudian berkembang menjadi kata “Caruban” yang berarti campuran. Kata ini menjadi kata yang sangat tepat untuk menggambarkan saling silang budaya yang terjadi sejak 5 abad lalu. Mengingat kondisi geografis Cirebon yang terletak di jalur Pantura menjadi nilai unggul yang dimiliki Cirebon.
Bukan hanya entitas China saja sebenarnya yang masuk dan bermukim di Cirebon. Tapi masih banyak pendatang lainnya yang berasal dari Arab, India, Portugis dan negara Eropa lainnya. Akan tetapi, kehadiran orang China atau Tionghoa sendiri ke dalam sejarah Islam di Cirebon pun tidak bisa dilepaskan dari sosok Sunan Gunung Jati dan istrinya yaitu Putri Ong Tien.
Beberapa catatan sejarah yang menjelaskan bukti eksistensi komunitas Tionghoa di antaranya adalah Purwaka Caruban Nagari, dan ekspedisi Cheng Ho. Bahkan hingga saat ini, bukti keberadaan orang Tionghoa menemukan unsur budaya Tionghoa dalam khazanah budaya Cirebon pada bidang arsitektur, kesenian, kuliner dan usaha perdagangan.
Diskusi mengenai “Cirebon sebagai Kota Budaya Menurut Pandangan Komunitas Tionghoa” ini diselenggarakan pada hari Rabu, 18 April 2018 di Auditorium Gedung FUAD Lantai 4. Kegiatan Studium Generale ini berhasil menjaring 75 peserta dari berbagai kalangan seperti komunitas Tionghoa Cirebon,
Acara ini dihadiri oleh Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Syekh Nurjati yaitu Dr. Hajam, M.Ag, Wakil Dekan I (Dr. Siti Fatimah, M.Hum), masing-masing ketua jurusan, perwakilan dari Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Cirebon, dan tentunya sebagian besar mahasiswa di lingkungan FUAD.